Kamis, 08 Oktober 2015

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DUNIA BISNIS

Disusun Oleh :
Nama : Gina Asmarani
NPM : 27215462
Kelas : 1EB 16
Mata Kuliah : Pengantar Bisnis
Dosen : Rowland Bismark Fernando Pasaribu
Fakultas Ekonomi

S1 – Akutansi

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR ROTAN MENTAH TERHADAP INDUSTRI FURNITUR ROTAN INDONESIA 2011-2012

                        Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Diperkirakan 80% bahan baku rotan diseluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh negara lain seperti Philipina, Vietnam dan negara-negara Asia Lainnya. Daerah penghasil rotan di Indonesia terbesar adalah di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/tahun. Ada beberapa kebijakan yang di keluarkan Indonesia sebelum di keluakan kebijakan larangan ekspor rotan 2011, yakni kebijakan pada periode 1979-1996, periode 1997-2003, tahun 2004, tahun 2005 dan tahun 2009. Kebijakan-kebijakan tersebut datang silih berganti memperbaiki kebijakan sebelumnya. Pada pertengahan tahun 2005, Menteri Perdagangan Mari E Pangestu mengeluarkan SK Menteri Perdagangan (No.12/M-DAG/PER/6/2005) pada tanggal 30 juni2005 tentang ketentuan ekspor rotan. Didalamnya berisikan kebijakan pencabutan larangan ekspor  rotan yang termuat dalam SK Menteri Perdagangan (No. 274/KP/X/1986). Pada masa itu jumlah rotan yang ada didalam negeri dipandang over stock dan tidak semua rotan dapat dimanfaatkan sehingga dinilai dapat menjadi komoditas ekspor untuk meningkatkan devis negara.
                        Adapun rotan yang di ekspor oleh Indonesia, dapat di klasifikasikan berdasarkan pengolahannya. Contoh rotan mentah, rotan asalan, rotan natural washed ad sulphured (W/S), rotan poles, hati rotan, kulit rotan dan sabuk-sabuk rotan. Menurut ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia  (AMKRI) Hatta Sinarta, pembukaan keran ekspor oleh Menteri Perdagangan tahun 2005 dinilai mengabaikan nilai tambah dalam negeri. Ia menuturkan satu kontrainer rotan mentah mencapai US$ 3000, namun setelah diolah menjadi produk mebel jadi kelas medium nilai jualnya US$ 10.000. Sehingga dapat memajukan kembali industri furnitur rotan di Indonesia. Namun yang terjadi malah sebaliknya yang diuntungkan disini bukanlah industri furnitur dalam negeri tapi eksportir itu sendiri. Pada tahun 2005, kondisi industri rotan jadi Cirebon kondisinya terus melemah. Nilai ekspor terus menurun dari US$ 347 juta menjadi US$ 138 juta.
                        Untuk melindungi industri furnitur rotan yang kondisinya semakin melemah. Pada tahun 2009, Indonesia mengeluarkan kebijakan baru sebagai engganti SK Menteri Perdagangan (No.12/M-DAG/6/2005), pemerintah melalui Kementrian Perdagangan menerbitkan SK (No.36/M-DAG/PER/8/2009) pada tanggal 11 Agustus 2009 tentang tata niaga rotan. Yang mana inti dari kebijakan ini adalah membatasi ekspor rotan untuk jenis diameter tertentu, kewajiban untuk memasok industri dalam negeri sebelum eksor serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi bagi para eksportir untuk dapat mengekspornya. Namun diberlakukannya SK Menteri Perdagangan (No.36/M-DAG/PER/8/2009) tidak membuat industri furnitur rotan tumbuh karena bahan baku rotan masih bisa diperoleh para kompetitor. Kebijakan itu masih tetap menghambat perkembangan industri rotan dalam negeri. Agar idustri rotan mengalami pertumbuhan kembali, pemerintah mencabut SK Menteri Perdagangan (No.36/M-DAG/PER/8/2009) setelah 2 tahun berlaku. Dengan menurunkan SK Menteri Perdagangan (No.35/MDAG/PER/11/2011) pada tanggal 30 November 2011. Maka sejak 1 Januari 2012 jenis rotan mentah, rotan asalan, rotan W/S, dan rotan setengah jadi dilarang untuk di ekspor.
                        Kebijakan ini dikeluarkan karena yang lama kontra produktif dengan target pertumbuhan ekspor nasional. Jika kebijakan yang lama dipertahankan maka pesaing industri furnitur rotan di Indonesia akan semakin berkembang. Karena bahan baku rotan mentah masih dapat di akses dengan mudah oleh pesaing utama Indonesia seperti Cina, Vietnam, Malaysia dan Philipina. Selain itu, kebijakan tersebut dipandang telah melemahkan Indonesia. Karena Indonesia sebagai produsen terbesar industri furnitur dan kerajinan berbaris rotan. Dengan dicabutnya kembali ijin ekspor bahan baku rotan 2011 ini. Indonesia bertujuan untuk membangkitkan kembali industri furnitur. Untuk membahas hal-hal tersebut, maka tulisan ini akan di bagi menjadi beberapa bagian.
                        Bagian pertama adalah tentang gambaran industri furnitur rotan di Indonesia. Jenis rotan dapat di klasifikasikan berdasarkan pengolahannya sebagai berikut : rotan mentah, rotan asalan, rotan natural washed dan sulphured, rotan oles, hati rotan, kulit rotan dan serbuk rotan. Industri furnitur rotan Indonesia mulai dikenal semenjak masa orde lama. Namun pada masa itu konsumsi rotan dalam negeri hanya sebatas untuk industri rumah tangga. Dalam statistik perdagangan rotan tahun 1968-1973, perbandingan ekspor rotan asalan dan rotan setengah jadi baru mencapai rata-rata sebesar 97% dan 3%. Namun pada tahun 1985 industri furnitur rotan indonesia mulai berkembang semenjak adanya program pembangunan di bidang industri yang dilakukan pemerintah pada saat itu. Semenjak dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai larangan ekspor rotan mentah tahun 1986. Kebijakan-kebijakan untuk melindungi industri furnitur rotan dan mengatur alur distribusi rotan mentah Indonesia datang silih berganti memperbaiki sebelumnya.
             Bagian kedua adalah dampak negatif kebijakan ekspor. Semenjak di keluarkannya dikeluarkannya kebijakan pemerintah tahun 2005 mengenai pencabutan larangan ekspor rotan mentah ke luar negeri, keadaan industri furnitur rotan Indonesia semakin lesu dan tidak berkembang. Semenjak tahun 205 produksi rotan maupun penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006. Bila di rincikan ada beberapa dampak negatif yang membuat industri furnitur Indonesia menjadi tidak berkembang. Pertama industri furnitur indonesia kesulitan memperoleh bahan baku. Kedua membuka kesempatan negara pesaing untuk merebut pangsa pasar industri furnitur Indonesia. Ketiga penurunan jumlah industri rotan Indonesia.
                                Menanggapi kondisi industri furnitur rotan Indonesia pasca diberlakukannya pembukaan keran ekspor rotan mentah tahun 2005. Indonesia memberlakukannya kembali kebijakan pembatasan ekspor rotan mentah tahun 2009. Dalam peraturan ini, pemerintah kembali melarang ekspor rotan dengan asalan dari jenis rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit dengan diameter 4mm sampai 16mm. Sedangkan rotan yang di larang adalah rotan asalan, rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit yang diameternya dibawah 4mm dan diatas 16mm. Semenjak adanya kebijakan rotan 2011 ini, industri furnitur rotan Indonesia mulai bangkit kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia memberi dampak positif terhadap perkembangan industri furnitur Indonesia. Pangsa pasar seperti jerman, Turki, Malaysia, Amerika, Israel, Inggris dan Belanda mulai melirik kembali rotan indonesia. Tidak hanya itu semenjak adanya kebijakan tahun 2011, kasus-kasus penyeludupan rotan mentah selama periode 2013, telah berhasil digagalkan.
Ø  Penutupan Ekspor Rotan
Indonesia terus membenahi berbagai kebijakan yang melindungi hulu dan hilir rotannya. Pemerintah  mengeluarkan 5 paket kebijakan bersamaan untuk memperbaiki kondisi yang terjadi pada industri hulu dan hilir rotan Indonesia pada tahun 2009-2011. Kebijakan tersebut antaralain :
a)      Peraturan Menteri Perdagangan No. 35/M-DAG/PER/11/2011
Mengevaluasi kondisi industri furnitur rotanya pada tahun 2011. Indonesia mengeluarkan kebijakan proteksi untuk melindungi  industri hilirnya agar berkembang kembali.
b)     Peraturan Menteri Perindustrian No. 90/M-IND/PER/11/2011
Dalam peraturan Menteri Penindustrian dijelaskan peta panduan yang merupakan dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri furnitur untuk periode 5 tahun. Program aksi pengembangan klaster tersebut adalah program penyelamatan untuk jangka pendek tahun 2012, program pemulihan untuk jangka menengah 2013-2014, program pertumbuhan yang berkelanjutan untuk jangka panjang 2015 dan seterusnya.
c)      Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011
Penyelenggaraan sistem resi gudang ini diatur dalam permendag No. 37/M-DAG/PER/11/2011. Dalam permendag ini disebutkan bahwa sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transasi resi gudang. Sedangkan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar